Wednesday, June 11, 2008

Nasab dan Silsilah Mbah Sabil

Mbah Sabil berasal dari Mataram Jogya, tapi tidak diketahui secara pasti kapan beliau dilahirkan. Menurut Habib Luthfi Pekalongan dan almarhum mbah mbah Kyai Abdurrahman (salah satu dari mursyid Thoriqot Naqsabandiyah Rowobayan) mbah Sabil yang mempunyai nama asli Pangeran Adiningrat Dandang Kusuma tersebut adalah anak laki-laki dari Benawa. Benawa mempunyai saudara laki-laki bernama: Sumahadi Negoro atau Condrodinegoro, yang tidak lain adalah ayah dari mbah Kyai Mutamakkin Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Beliau adalah seorang ulama kelahiran Tuban dengan nama asli Ahmad Mutamakkin. Haulnya selalu diadakan setiap 10 Muharam di Pati.

Ahmad Mutamakkin hidup dan berkiprah pada masa Pemerintahan Kerajaan Solo - antara tahun 1719-1749 dan mengalami dua macam penguasa yaitu Amangkurat IV dari Kartasura dan Pakubuwono II di Surakarta. Beliau terlibat dalam perdebatan seru ketika diadili oleh Katib Anom, semacam menteri agamanya, Amangkurat IV. Pemeriksaan pandangan-pandangan beliau oleh Katib Anom, yang notabene cucu Sunan Kudus, direkam dalam sebuah tembang Kraton yang berjudul Serat Cebolek. Serat atau risalah (arab) yang menggunakan bahasa Sastra Jawa tingkat tinggi itu ditulis oleh Raden Ngabehi Yasadipura I (sebagai orang Kraton.

Serat itu mengisahkan tentang seorang kyai mistik pengikut teori “Wahdatul Wujud” (kesatuan wujud), yakni Kyai Mutamakkin. Pandangan kiai ini dianggap sebagai “gangguan” oleh penguasa resmi di Keraton Surakarta, yang dalam hal ini diwakili oleh Katib Anom. Terjadilah pengadilan atas Kyai Mutamakkin yang juga dikenal sebagai Kiai Cebolek itu. Salah satu tuduhan yang diarahkan kepadanya adalah kegemarannya untuk menonton wayang kulit, terutama dengan lakon Bima Sakti / Dewa Ruci

Ayah mbah Sabil (Benawa-bukan pangeran Benowo) adalah cucu Sunan Amangkurat I atau biasa dikenal sebagai Sunan Tegal Wangi, yang dulu oleh Belanda telah difitnah sebagai pembunuh kyai-kyai di Jawa. Sunan Tegal Wangi ini adalah turunan ke IV dari Ki Ageng Sasela/Ki Ageng Selo.

Ki Ageng Sasela, satu julukan yang tidak asing lagi bagi telinga-telinga orang Jawa, beliau sebetulnya bernama : Kyai Ageng Ngabdul Rakhman yang berdiam di Seselo. Menurut cerita, ketika sedang asyik bekerja di sawah, petir menyambar-nyambar mengganggu beliau yang sedang giat-giatnya mencangkul, kemudian sang petir ditangkap dan di ikat pada sebatang pohon grati. Wujudnya berupa api yang sampai sekarang masih menyala dan disimpan dalam almari kayu di komplek makam di dukuh Pajimatan, Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.

No comments: